Jumat, 15 Mei 2009

Charles Darwin, Are You Happy Now?

“When a big new idea emerges that changes the way people look at the world, it’s easy to feel that every old idea, every certainty, is under attack and then to do battle against the new insights.”

Itulah yang diucapkan Rev. Dr. Malcolm Brown dari Church of England ketika secara resmi menyampaikan permintaan maaf kepada Charles Darwin karena telah salah memahami pendapat Darwin. Dr. Brown menambahkan bahwa sebelumnya pihak gereja juga telah salah memahami pendapat Galileo. Pernyataan ini dikemukakannya pada tanggal 15 September 2008 lalu.
Memang, dalam bukunya On the Origin of Species, Darwin sempat menimbulkan kontroversi dengan pandangannya bahwa semua makhluk hidup yang ada sekarang merupakan keturunan dari makhluk hidup sebelumnya yang hidup di masa lampau. Terjadi evolusi melalui proses seleksi alam. Jadi, tidak ada makhluk hidup yang muncul dengan tiba-tiba.
Pandangan ini bertentangan dengan pandangan creationism yang dianut gereja saat itu. Sejumlah pihak selain Darwin kemudian juga memanfaatkan Darwinism ini untuk menyerang gereja di Inggris, Church of England itu. Tak pelak, sempat terjadi perdebatan yang cukup tajam antara pihak gereja dengan sejumlah orang yang mendukung Darwin.
Nah, kisah ini bisa memberikan inspirasi bahwa kita harus lebih berorientasi kepada masa depan ketimbang masa lalu. Gereja berani mengoreksi kekeliruan yang mungkin telah dilakukannya di masa lampau terhadap Darwin dan Galileo. Pihak gereja ingin menghadapi masa depan tanpa terbelenggu oleh ‘beban’ sejarah masa lalu. Karena itu, analisis lanskap bisnis seharusnya dilakukan dengan pendekatan Threat-Opportunity-Weakness-Strength (TOWS), bukan SWOT.
Kalau kita mulai mengidentifikasi Strength dan Weakness terlebih dahulu, yang merupakan faktor-faktor internal, maka orientasinya bisa bias. Dengan mengacu ke Strength-Weakness, berarti kita mengacu kepada masa sekarang atau malah masa lampau.
Banyak perusahaan yang membangga-banggakan legacy-nya sebagai perusahaan yang sudah besar dan punya sejarah hebat. Coba saja lihat perusahaan-perusahaan seperti Lehman Brothers, Merrill Lynch atau American International Group (AIG). Mereka semua punya kejayaan masa lalu yang sangat kuat. Mereka punya merek yang kuat, analis-analis yang hebat, aset besar, cakupan bisnis global, dan sebagainya. Namun bisa kita lihat sekarang bahwa satu per satu perusahaan ini bertumbangan.
Kekuatan saat ini dan reputasi masa lalu belum tentu relevan untuk masa depan. Begitu juga kelemahan masa kini. Misalnya saja kita tidak bisa berbahasa Inggris, belum tentu ini jadi kelemahan di masa depan yang mungkin lebih memerlukan bahasa Mandarin karena pusat kekuatan akan bergeser ke Asia. Threat dan Opportunity juga tidak bisa merupakan proyeksi dari masa sekarang atau masa lalu karena bisa saja terjadi diskontinuitas.
Pada buku Rethinking Marketing yang saya tulis bersama-sama Philip Kotler, Prof. Hooi Den Huan dari Nanyang Business School Singapura, dan Prof. Sandra Liu dari Purdue University Amerika, kami juga menggunakan pendekatan TOWS karena bagi kami pemasaran itu berorientasi ke masa depan. Dan masa depan belum tentu merupakan proyeksi dari sekarang.
Tapi, penentuan visi (visioning) masa depan ini juga tidak boleh terlalu panjang. Pada era New Wave yang berubah sangat cepat ini, visioning paling panjang barangkali cukup tiga tahun saja. Karena akan susah sekali membayangkan lanskap bisnis pada jangka waktu yang terlalu panjang.
Dari hasil visioning inilah kita mulai dengan analisis Threat dan Opportunity tadi supaya kita tetap terus waspada. Masih ingat kisah Andy Grove yang mampu melihat ancaman dan peluang di lanskap bisnis saat itu sehingga langsung mengubah fokus bisnis Intel dari bisnis memory ke mikroprosesor?
Nah, baru setelah itu Weakness dan Strength kita bandingkan antara posisi saat ini dengan posisi berdasarkan visioning pada 3 tahun atau bahkan cukup 1 tahun lagi dari sekarang. Kalau Anda tidak percaya bahwa visioning ini tidak usah terlalu panjang jangka waktunya, lihat saja lanskap bisnis selama tahun 2008 ini.
Harga minyak dan komoditas naik turun nggak karuan seperti roller-coaster. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia juga turun terus selama tahun 2008 ini sampai sempat menyentuh angka di bawah 2000, padahal di awal tahun sempat terbersit harapan bahwa IHSG bisa melampaui angka 3000.
Ini semua membuktikan bahwa visioning untuk satu tahun saja sudah sangat sulit. Jadi, di lanskap New Wave ini, pendapat “survival of the fittest”-nya Darwin rupanya masih berlaku. Bukan yang paling kuat atau yang paling pintarlah yang akan bertahan. Namun, yang paling bisa beradaptasi dengan perubahanlah yang akan menang.

0 komentar: